CRITICAL REVIEW
PENDEKATAN ECOREGION DALAM PENATAAN RUANG WILAYAH BERKAWASAN PESISIR
A. PENDAHULUAN
Wilayah pesisir menurut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil memiliki definisi sebagai suatu daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. Karena dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut, maka pengelolaan wilayah pesisir perlu dilakukan secara khusus dan lebih kompleks. Dalam undang-undang tersebut juga disebutkan, khususnya pada pasal 5 bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelolaan tersebut selanjutnya disebutkan dalam pasal 6 harus dilakukan secara terpadu dengan cara mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; antar pemerintah daerah; antar sektor; antara pemerintah, dunia usaha (swasta), dan masyarakat; antara ekosistem darat dan ekosistem laut; serta antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ini sudah mulai dilakukan di Indonesia. Hal ini terbukti dengan dibentuknya 5 ecoregion di seluruh Indonesia, yakni ecoregion Sumatera, Balinusa (Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat), Sumapapua (Sulawesi, Maluku, Papua), Jawa, dan Kalimantan. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ecoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga disebutkan bioekoregion adalah suatu bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk, dan arus. Oleh karena itu, konsep pengelolaan wilayah pesisir secara tepadu dengan menggunakan pendekatan ecoregion diharapkan dapat membantu merencanakan pengembangan wilayah pesisir agar lebih maju dan tidak mengalami disparitas serta ketertinggalan dibanding wilayah lain karena selama ini wilayah pesisir sering kali dianggap sebagai wilayah tertinggal.
B. CRITICAL REVIEW
Makalah “Pendekatan Ecoregion Dalam Penataan Ruang Wilayah Berkawasan Pesisir” yang ditulis oleh Dr. Edwarsyah, S.P., M.P. yang pernah menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Kelautan Universitas Teuku Umar ini secara garis besar membahas tentang konsep penataan ruang wilayah ekologis terpadu sebagai penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan ecoregion dalam tahap perencanaan tata ruangnya. Pendekatan ini digunakan karena beliau berpendapat bahwa permasalahan utama dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah kurangnya pemahaman tentang adanya keterkaitan biofisik dan sosial ekonomi antara wilayah hulu dan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga menjadi kendala dalam upaya penyelesaian menyeluruh atas permasalahan lingkungan yang semakin meningkat di kawasan pesisir dan laut. Keterkaitan antara wilayah pesisir dan DAS ini ditambahkan pula oleh beliau dapat disyaratkan dari adanya peningkatan permintaan akan sumber daya air, produksi bahan makanan dari lahan beririgasi, pemakaian bahan kimia (pupuk, pestisida), dan semakin banyaknya jumlah penduduk di kawasan pesisir. Oleh karena itu, unsur pesisir dan DAS tidak dapat dipisahkan dalam konteks perencanaan wilayah secara keseluruhan dimana wilayah pesisir dan DAS juga merupakan bagian wilayah yang berperan penting dan strategis, baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun ekologi sehingga pengelolaan wilayah pesisir juga akan sangat berkaitan dengan pengelolaan DAS yang mana menggunakan pendekatan DAS (watershed-based-management) yang mengintegrasikan berbagai skala kegiatan, disiplin, maupun sektor pembangunan. Beliau juga menghimbau bahwa perencanaan tata ruang wilayah ekologis (ecoregion) sebaiknya menggunakan batasan wilayah perencanaan berupa wilayah ekologis DAS (bukan batasan administratif) yang akan mengintegrasikan aspek daratan di hulu (up-land) serta aspek pesisir dan laut secara simultan (land-sea interaction).
Untuk mencapai tujuan penulisan makalahnya, yakni perumusan konsep penataan ruang wilayah ekologis terpadu sebagai penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan ecoregion, ada dua sasaran yang harus dicapai terlebih dahulu, yakni identifikasi faktor dan elemen yang mempengaruhi penataan ruang wilayah ekologis suatu DAS terpadu (pendekatan ecoregion) yang sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan dan suatu konsep pendekatan ecoregion dalam penataan ruang wilayah berkawasan pesisir. Sedangkan metode yang digunakan oleh beliau untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut adalah dengan menggunakan Model Sistem Dinamik yang dimaksudkan untuk mengamati kegiatan sektor pembangunan dominan yang meliputi kegiatan permukiman, pertanian, dan industri di sekitar kawasan hulu sampai dengan hilir dan total dampaknya terhadap kawasan pesisir yang mana kemudian disimulasikan beberapa skenario sebagai representasi dari intervensi kebijakan untuk memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sebab-akibat kegiatan manusia dengan lingkungan sekitarnya serta interaksi sebab-akibat perubahan tata guna lahan terhadap pendapatan penduduk di berbagai sektor yang mana faktor-faktor tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penataan ruang wilayah yang berkelanjutan.
Dari metode penelitian dengan menggunakan Model Sistem Dinamik tersebut ternyata didapatkan 6 skenario, yakni skenario sesuai dengan data historis saat ini (status quo), skenario kebijakan dengan prioritas pada peningkatan kegiatan pertanian, skenario kebijakan dengan prioritas pada peningkatan kegiatan industri, skenario kebijakan dengan prioritas pada peningkatan kegiatan penghijauan, skenario kebijakan dengan menggunakan pendekatan keterpaduan pembangunan, dan skenario kebijakan keterpaduan pembangunan dengan komposisi perubahan konversi lahan. Dari skenario-skenario tersebut kemudian didapatkan hasil penelitian yakni terdapat 5 faktor yang berpengaruh dalam perencanaan tata ruang wilayah ekologis (pendekatan ecoregion), antara lain faktor ekonomi yang direpresentasikan melalui kebutuhan konversi lahan, faktor ekologis yang berkaitan dengan kemampuan alamiah (badan sungai/ekosistem pesisir) untuk mendukung kegiatan pembangunan, faktor alokasi ruang secara proporsional, faktor pendekatan keterpaduan, dan faktor pendapatan penduduk. Intinya, konsep pendekatan ecoregion suatu DAS atau wilayah pesisir memiliki 4 komponen penting, yakni batasan wilayah perencanaannya didasarkan pada kesamaan karakteristik fenomena alami (natural domain), kawasan pesisir sebagai dasar penataan ruang kawasan di bagian hulunya, pendekatan keterpaduan (integrasi ekosistem darat dan laut, integrasi perencanaan sektoral, integrasi perencanaan vertikal, integrasi sains dan manajemen), dan alokasi ruang yang proporsional (lahan alami minimal 30%).
Pembahasan makalah tersebut dalam konteks perumusan konsep perencanaan tata ruang wilayah ekologis (ecoregion) di wilayah pesisir dan DAS yang menghasilkan beberapa faktor yang berpengaruh dan komponen-komponen pentingnya saya rasa sudah baik dan cukup representatif karena ditunjang pula oleh hasil penelitian yang penulis lakukan. Akan tetapi, penulis sepertinya masih belum menyertakan faktor sumber daya manusia yang mungkin meliputi pemberdayaan masyarakat serta kearifan lokal masyarakat setempat. Padahal, dalam proses mendapatkan faktor-faktor dan komponen-komponennya, penulis juga mengkaji mengenai interaksi kegiatan manusia dan dampaknya terhadap kualitas lingkungan tetapi masih belum benar-benar membahas keterkaitan kegiatan manusia secara holistik terhadap dampak yang ditimbulkan di wilayah pesisir atau DAS tersebut. Penulis hanya mendapatkan faktor pendapatan penduduk sebagai salah satu hal yang mempengaruhi kualitas lingkungan wilayah pesisir dan DAS dalam konsep pendekatan ecoregion. Sedangkan menurut saya, masyarakat dengan sumber daya manusianya dan berbagai kearifan lokal yang dimilikinya, sangat berperan penting dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah, khususnya wilayah pesisir. Yunan Isnainy dalam tulisannya “Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan” (2009) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan ekologi yang dinamis. Beliau juga menambahkan bahwa melalui upaya pemberdayaan tesebut, maka masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial, dan ekologinya.
Nasikun (2000:27) juga berpendapat bahwa paradigma pembangunan juga harus berprinsip bahwa pembangunan harus pertama-tama dan terutama harus dilakukan atas inisiatif dan dorongan kepentingan-kepentingan masyarakat, masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlibat di dalam keseluruhan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya, termasuk pemilikan serta penguasaan aset infrastrukturnya sehingga distribusi keuntungan dan manfaat akan lebih adil bagi masyarakat. Supriharyono (2002) juga menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya alam pesisir pada hakikatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Hal ini melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal (community-based management) yang merupakan suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996 dalam Latama, 2002) dan merupakan suatu pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya (Nikijuluw, 1994 dalam Latama, 2002). Pendapat Nikijuluw ini selanjutnya juga mengarah pada kearifan lokal masyarakat setempat.
Keraf (2002) mengatakan bahwa kearifan lokal/tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Dijelaskan pula bahwa kearifan lokal/tradisional tersebut merupakan bagian dari etika dan moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus dilakukan dan bagaimana harus bertindak khususnya di bidang pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam pesisir. Oleh karena itu, dalam penataan ruang wilayah berkawasan pesisir dengan menggunakan pendekatan ecoregion ini juga tidak bisa mengesampingkan faktor masyarakat atau sumber daya manusia di dalamnya sebagai salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan tata ruangnya.
Selain itu, satu hal yang juga mungkin harus digarisbawahi adalah dalam implementasi rencana penataan ruang berkawasan pesisir dengan menggunakan pendekatan ecoregion tersebut harus terlebih dahulu mengetahui dan mengidentifikasi karakteristik wilayah pesisirnya seperti apa yang dikatakan oleh penulis sebagai suatu natural domain atau kesamaan karakteristik fenomena alami. Hal ini dikarenakan karakteristik pesisir di masing-masing wilayah berbeda sehingga boleh jadi konsep utama ecoregion ini sudah benar dengan didukung oleh hasil penelitian penulis, tetapi realisasinya mengalami kegagalan karena tidak mempertimbangkan kondisi karakteristik wilayah pesisir yang dikaji dan perbedaannya dengan wilayah pesisir lainnya. Oleh karena itu, penerapan konsep ecoregion ini paling penting harus memperhatikan faktor ekonomi, faktor ekologi (terutama karakteristik pesisirnya), faktor alokasi ruang secara proporsional, faktor pendekatan keterpaduan, faktor pendapatan penduduk, dan faktor sumber daya manusia (terkait pemberdayaan masyarakat dan kearifan lokal masyarakat setempat).
C. PENUTUP
Pembahasan makalah “Pendekatan Ecoregion Dalam Penataan Ruang Wilayah Berkawasan Pesisir” yang ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Edwarsyah, S.P., M.P. memberikan dua hasil :
1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan tata ruang wilayah ekologis (pendekatan ecoregion), antara lain faktor ekonomi, faktor ekologis, faktor alokasi ruang secara proporsional, faktor pendekatan keterpaduan, dan faktor pendapatan penduduk.
2. Komponen-komponen dalam pendekatan ecoregion, antara lain batasan wilayah perencanaan (didasarkan pada kesamaan karakteristik fenomena alami/natural domain), kawasan pesisir (sebagai dasar penataan ruang kawasan di bagian hulunya), pendekatan keterpaduan (integrasi ekosistem darat dan laut, integrasi perencanaan sektoral, integrasi perencanaan vertikal, integrasi sains dan manajemen), dan alokasi ruang yang proporsional.
Namun, hal itu saja masih belum cukup untuk merealisasikan pendekatan ecoregion. Perlu dipertimbangkan juga faktor masyarakat atau sumber daya manusia untuk mendukung konsep pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, penerapan konsep ecoregion harus memperhatikan faktor ekonomi, faktor ekologi (terutama karakteristik pesisirnya), faktor alokasi ruang secara proporsional, faktor pendekatan keterpaduan, faktor pendapatan penduduk, dan faktor sumber daya manusia (terkait pemberdayaan masyarakat dan kearifan lokal masyarakat setempat).
D. DAFTAR PUSTAKA
Stanis, Stefanus dkk., 2007, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur, Jurnal Pesisir Laut, Nomor 2, Volume 2, Januari 2007 : 67-82.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.